desk recording – bagian 2

So, apa yang kita punya sekarang?. Mixer konsol selebar bodi ikan paus? Komputer dengan performa render grafik dan sound secepat kedipan mata? layar lebar selebar kaca sea world?. Baguslah kalo punya. Kalo nggak? Ya pake yang kita punya. Sukur2 ada yang minjemin. . Rule number one adalah: work on it. Ada kawan lama yang bilang “ntar deh, kita rekam lagu2 kita kalo gw udah beli soundcard ini, ama beberapa equipment”. Bisa jadi itu bagus. Tapi yang ada, hanya akan menunda hepi2 kita merekam lagu. hey man, don’t be so serious. Just use it. “wah, kalo direkam asal dengan alat yang ngasal, hasilnya ngga bagus men, apalagi kalo didenger di monitor flat”. What the heck are you thinking?. Karya kita akan jauh lebih jelek atau bahkan nihil ketika nggak kita rekam. cuma hati en otak kita yg denger. . Lagian, siapa berapa orang sih, yang akan denger lagu kita dengan speaker monitor? paling2 didenger di spiker leptop, atau headphone komputer. paling jauh didenger di henpon.

Buat gue sendiri, merekam selalu sebuah eksperimen yang menyenangkan. Seneng2. itu kata kuncinya. Buat apa? ya buat seneng2. Rekaman/ kegiatan merekam yang gue lakukan bertujuan untuk menuangkan ide gue ke dalam bentuk rekaman lagu yang akan gue denger sendiri. Walaupun selanjutnya gue posting, tapi tujuan awal memang gue denger sendiri. even bini gue(atau siapaaa, gitu… ) ga gue kasi tahu kalo gue rekam lagu buat dia, misal. Nah, kita juga harus menetapkan tujuan, kenapa kita merekam. Mau bikin demo? didenger sendiri? mau dikirim ke label? atau memang untuk kepentingan komersil tapi indie? ini yang perlu kita pikirkan.So, apa yang gue butuh? hmmm….

“Duh, cuma ada kompie pentium 4 doang nih. Gak mungkin gue rekaman pake itu kan?”. Mungkin kok. Yang kita butuhkan cuma kemauan untuk belajar. halah. Memang, hasil rekaman akan lebih layak jika kita menggunakan alat yang appropriate(dih, bahasa gue… ). Tapi balik lagi, buat apa kita maksain rekam dengan skala profesional yang memakan biaya mahal jika direkam di rumah pun udah cukup?. Enggak puas donk kalo nggak profesional?. Ya, itu balik ke kita sendiri. mau pro ya mahal, gak fleksibel waktu, ribet, etc. Ini nggak ngomongin anda2 yang musisi pro lho yaa. Ini bicara tentang musisi kelas staff kayak gue. hehe. Singkatnya, yang kita butuh adalah: Alat musik, dan komputer. Ya, cuma dua itu.

Gue mulai mainan rekam suara pas kuliah. Waktu itu cuma gitar prince dengan pickup inf1 plus efek zoom 606, colok ke komputer. Ada beberapa orang yang bilang, ini bahaya buat motherboard. Gue ga tahu but komputer gue gapapa diginiin selama 1 tahunan. Waktu itu bener2 buta rekaman. Ga tahu apa itu clipping, overload, pan, line level, mic level, etc (googling sendiri yah, ini apa ). Gw rekam scratch2 pendek. Dan inget banget waktu itu, pas suara gitar kedengeran di DAW, senengnyaaaa minta ampun. DAW yang gue pakai saat itu(sampai saat ini) adalah cubase sx yang free, ada tulisannya “try before you buy”. . Bikin dram en bass en kibor atau part lain pake fruityloops (sori, yg ini bajakan ). Bahkan sampe sekarang pun gue pakai dua software ini sebagai main core kalo bikin rekaman rumah. Ini hasil rekamannya. Awas DP, ngejek gue doain jempol pindah ke jidat! :

https://soundcloud.com/destavaiwira/…assic-symphony

Karena waktu kuliah gue cerdas dan berprestasi (), gue dapet gitar baru dari bokap. The legendary Ibanez jem jr walnut. Di lain waktu, gue dapet efek Boss ME 50. Sebelumnya pake AX1500 pinjeman studio. Dikit2 gue mulai ngulik software, nyari2 cara buat bikin rekaman yang se”pro” mungkin. Routing masih sama, gitar>efek>kompie. Sampe saat itu pun gue belum ngerti dasar2 rekording. Jadi asal ada suara keluar, itu oke. . Paling nggak, saat itu udah ngerti overdub dan panning, ama clipping. hehe. Ini samplenya:

https://soundcloud.com/destavaiwira/disguise-blues

Ketika gue pindah ke jakarta, dapet internet yang bisa gue pake semau udel, akhirnya ikutan forum2 (gitar awalnya, dan merambah ke rekording). Dari sana gue belajar dikit2, nanya2 orang, etc. Karena kebebasan dalam berinternet di kantor, maka beratus2 software dan plugins bisa gue dapet. Lumayan buat moles hasil rekaman. Ntar gue share deh, yang free. Kalo yang berbayar, silakan beli di indomaret terdekat. . Baru di sini juga gue ngeh kalo rekaman memang butuh hardware. Butuh konverter AD/DA atau soundcard. Karena gue termasuk orang yg gak mau ribet, gue pilih zoom G1U yg praktis. Selain bisa jadi efek, ganjel lemari, atau buat lempar tetangga yang brisik, zoom seri U bisa jadi soundcard yang cukup buat gue. Pertama kali denger hasilnya, gue tercengang. Karena gak pernah beli soundcard lain, gw ga bisa bandingkan. Contoh audio yg gue rekam ada di soundcloud:

https://soundcloud.com/destavaiwira/…th-may-trailer

Dari sampel bisa kita denger progres rekaman gue dari pertama sampai sekarang. Hasilnya bagus?. nggak juga, masih lebih banyak yg lebih bagus. voklanya aja masi kedenger kaya karaokean dangdut. . Tapi gue cukup puas. Terus kenapa gue malah curhat panjang lebar gini?. Hanya merangsang aja, agar ide2 atau karya2 yang brilian tak hanya didengar otak si empunya saja.

Trus, gimana ngrekamnya?
Mau tahu aja apa mau tahu banget?

ps: di bagian ketiga nanti, gw akan bagi2in beberapa software en plug in gretongan yg gw pake. hihihi…

Desk Recording? Bagian 1

Tulisan ini hanya IMHO dan ngaco, dan gw bukan orang yang pinter nulis, jadiii….

Saat ini, ribuan “artis baru” lahir ke dunia maya. Bahkan anak anak sekolah pun sudah punya rekaman sendiri yang mereka unggah ke puluhan web gratis yang menyediakan space untuk memasang karya karya mereka. Salah satu faktor pendukung hal ini adalah adanya home recording atau rekaman rumahan. Kemajuan teknologi telah membawa kita kepada alat rekam, software dan aplikasi yang semakin user friendly dan murah. Banyaknya forum musik dan forum rekording juga sangat mendukung kreativitas dan skill musisi yang juga merekam karya mereka sendiri. Alhasil, begitu banyak karya orang yang diunggah di dunia maya.

COVER RAW ROCK

Berbeda dengan jaman dulu dimana seniman adalah sosok yang “untouchables”, sekarang seniman tersebar di manapun. Tak hanya di dunia musik, dunia seni lain seperti fotografi, grafis, seni murni pun demikian. Semua orang bisa menjadi seniman. Tahu sedikit nada dan notasi atau progresi, punya gears, dan boom. Gelar “musisi” disandang.

Ada plus minusnya sih. Di satu sisi, banyak karya yang bisa dijadikan pilihan untuk kita nikmati. Namun di sisi lain, bagaimana kita menyortir karya2 itu? mana yang bagus? mana yang enggak?. Selain itu, kesempatan orang yang benar2 “punya jiwa seni” dan “layak dinikmati” akan sama dengan orang2 yang hanya “kebetulan punya alat” atau “kebetulan kenal produser”.

Gw pernah masuk ke audisi jadi gitaris untuk sebuah band yang udah sign kontrak dengan label besar di Indonesia. Lagunya oke laah (gw denger via reverbnation). Yang membuat gw mundur adalah ketika latihan, mereka sama sekali bukan yang terdengar di reverbnation. Sama sekali beda dengan yang ada di demo mereka. Mengapa bisa mereka dapet kontrak, mungkin bisa didiskusikan di kesempatan lain.

Di lain waktu, pernah juga punya band yang rata2 skill personelnya oke laaah. ya meski latihannya ga bisa dinilai sampai 8/10, tapi oke laah. Begitu mau bikin lagu en mau recording, jdaaaang: terlihatlah karakter permainan asli dari masing2 personel. Mereka buta dengan rekording. Yang ketika di studio oke, ketika main sendirian jadi terlihat dan terdengar kaya’ anak2 SMP belajar ngeband. Feel nya hilang, ga ada kepercayaan diri dan benar2 beda dengan ketika latihan. Ketika rekording juga terlihat banget bagaimana teori musik yang mereka punya berperan.

rigsept2013

Skill memang bukan segalanya. Pun gears. Tapi bagaimanapun juga, keduanya penting. Punya skill mantep, tapi ga paham gears juga kurang maksimal. Sama halnya punya gears banyak tapi ga pernah dikulik dan dikembangkan agar bermanfaat, kufur nikmat juga kayaknya. Alangkah baiknya jika dua hal tersebut berjalan beriringan. Akan sangat keren jika kita punya skill bagus, paham gears, dan bisa “mengadabikan” karya kita, minimal untuk dinikmati sendiri.

Kendala yang jamak terjadi adalah waktu. Kesibukan sebagai karyawan atau usahawan atau bos yang menyita waktu, pasti jadi penghalang. Belum lagi yang udah punya anak bini, apalagi kalo yang bininya bawel. :D. Belum lagi kalau punya hobi2 lain seperti d.i.y, membaca, mancing, dugem, ngecengin anak SMA atau bikin vidio 3gp, dsb. Kuncinya adalah di manajemen waktu. Kendala lain adalah bagaimana memulai, sedangkan alat rekam saja baru kenal?. Not to worry kata vicky prasetyo. Kita yang kenal musik sepertinya orang2 pilihan Tuhan yang pasti diberi kemampuan dan kemauan lebih untuk belajar.

So? Mari belajar merekam… 😀

overture

ketika menulis ini, aku lagi dilanda post power syndrom dan narsis akut.hehehe. dulu aku di band, kesana kemari manggung (walaupun even kecil), bawa gear kemana2, tiap hari latihan, dan selalu berhubungan dengan musik. memainkan maksudnya. kini aku seorang ayah dari gadis kecil yang lucu. suami dari seorang wanita yang sangat cantik. dan aku terjerumus menjadi seorang arsitek.

beberapa minggu terakhir, aku kembali membuka beberapa file, baik video maupun audio yang pernah aku rekam. mendengarkan ini selalu membuatku heran. “kok dulu aku bisa ya?” itulah yang selalu ada di pikiranku. sekarang pun, aku bisa memainkannya, namun passion dalam lagunya, semangatnya, temanya, semuanya berbeda. mengapa bisa? entahlah.

mungkin, itulah art form. mereka lahir, bukan dibuat.

bahkan sekarang pun ketika aku sedikit belajar tentang mixing, mastering, segala macam tentang audio, skill vokal, side singing, harmony, namun tetap saja karyaku sekarang tak bisa seperti dulu yang penuh passion dan kegairahan. sekarang serasa datar, biasa. aku sendiri merasa tak pernah lagi menemukan “wah, gila nih bagian ini”, atau “anjriiit…”. semua terasa biasa.

namun disisi lain, aku menjadi semakin penasaran untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi. dan sekarang aku tak akan membiarkan semua berjalan tanpa arah seperti dulu. aku mulai membuat lagu, editing, promo, ikuti kompetisi, dan banyak hal lain.

aku membuat band lagi. namun teman2 bandku kurang bisa diandalkan. ketika aku sudah membuat looping, take gitar, vokal, bass, mixing, mastering, sampe bikin poster promo, mereka melakukan apa? bahkan materi yang aku sodorkan ke mereka pun jarang mereka tuntaskan. sibuk? aku rasa memegang sekitar 4-5 proyek dalam satu waktu plus ada keluarga yang butuh waktu dan perhatian merupakan hal yang “sibuk” juga.

yang jelas saat ini aku harus terus produktif. ilmu yang tuhan berikan ini sangat sayang jika disia-siakan. semoga nanti menjadi manfaat buat orang banyak. 🙂

semoga…